Pascasarjana Newsroom – Sejumlah enam ratusan peserta memadati auditorium lantai lima Gedung Pascasarjana IAIN Tulungagung pada hari Jumat (11/10) untuk mengikuti Launching dan Bedah Buku yang digelar oleh Pascasarjana IAIN Tulungagung. Tahun ini merupakan tahun paling produktif bagi dosen-dosen IAIN Tulungagung dalam menulis buku maupun jurnal. Tidak kurang dari sembilan buku karya Mujamil Qomar dibedah dalam acara ini. Guru besar bidang Pemikiran Islam IAIN Tulungagung ini melaunching sembilan buku karyanya yang terdiri dari buku berjudul “Studi Islam di Indonesia: Ragam Identitas dan Peta Pemikiran Islam Indonesia”, “Manajemen Pembelajaran Agama Islam”, “Islam Nusantara: Sebuah Model Pemikiran, Pemahaman dan Pengamalan Islam di Indonesia”, “Pendidikan Islam Transformatif”, “Pemikiran Islam Indonesia: Tradisi-Tradisi Kreatif dan Metodologis Intelektual Muslim Indonesia”, “Pengantar Kritik Epistemologi”, “Dinamika Pemikiran Islam Tradisional di Indonesia”, “Pendidikan Islam Prospektif”, dan “Deradikalisasi Keberagamaan Islam di Perguruan Tinggi Agama Islam Negeri.
Tidak hanya itu, buku karya Kojin pun juga ikut dilaunching dan dibedah dalam acara ini. Ketua Program Studi Bahasa Arab Pascasarjana IAIN Tulungagung ini melaunching empat buku karyanya, yang terdiri dari buku “Telaah Tafsir Al-Muyassar Jilid IV”, “Telaah Tafsir Al-Muyassar Jilid V”, “Telaah Tafsir Al-Muyassar Jilid VI”, dan “Kosa Kata dalam Al-Qur’an”. Sebelumnya, ia telah merampungkan buku Telaah Tafsir Al-Muyassar mulai dari jilid satu sampai dengan tiga. Namun, empat buku itu saja yang dilaunching dalam kegiatan ini.
Kegiatan yang dibuka secara resmi oleh Abd. Aziz, Wakil Rektor Bidang Akademik dan Pengembangan Lembaga ini disambut dengan penuh antusias oleh para peserta. Dalam sambutannya, ia menyampaikan “seiring dengan proses beralihnya status IAIN Tulungagung menjadi UIN Tulungagung, maka peningkatan kualitas SDM menjadi hal yang niscaya. Melalui produksi pengetahuan secara massive oleh para dosen IAIN Tulungagung, menunjukkan bahwa IAIN Tulungagung merupakan kampus yang siap beralih status menjadi UIN Tulungagung yang menahbiskan diri sebagai kampus literasi meski letaknya berada di pelosok desa”.
Hadir dalam kegiatan tersebut pimpinan dan crew dari Penerbit Intrans Publishing Malang yang menerbitkan buku-buku karya Kojin, dan juga PT. Citila Group Malang yang menerbitkan buku-buku karya Mujamil. Selain dari dua penerbit tersebut, beberapa buku karya Mujamil juga diterbitkan oleh penerbit internal IAIN Tulungagung, yakni IAIN Tulungagung Press.Penerbit juga mengadakan pameran dan penjualan buku karya dosen IAIN Tulungagung di ruang sisi timur auditorium Pascasarjana dan memberikan diskon spesial pada hari itu.
Dalam sambutannya, Akhyak selaku Direktur Pascasarjana IAIN Tulungagung memberikan apresiasi terhadap dua orang dosen Pascasarjana yang sangat produktif tersebut, “kalau perlu, beliau-beliau ini kita beri penghargaan sebagai penulis buku terbanyak di IAIN Tulungagung”, tuturnya. Guru Besar bidang Filsafat Pendidikan Islam ini juga tak kalah produktif dalam menulis. Tak kurang dari delapan tulisannya yang telah dipublish di Jurnal Internasional tahun ini. “IAIN Tulungagung saat ini mengalami ledakan literasi, dosen-dosen kita bahkan mahasiswa kita pun juga cukup produktif dalam menulis. Sebagai bentuk support dan apresiasi dari pimpinan adalah dengan memberikan bantuan penerbitan buku, pengurusan Hak Kekayaan Intelektual (HAKI), hingga memberikan mimbar akademik yang formal dalam bentuk Launching dan bedah buku seperti yang saat ini kita laksanakan”, tambahnya.
Acara yang berlangsung mulai jam 13.00 WIB sampai dengan 16.30 WIB ini dipandu oleh Lailatuzz Zuhriyah selaku moderator dan panitia acara. Perempuan yang sehari-hari bekerja sebagai Sekretaris Program Studi Magister Pendidikan Agama Islam Pascasarjana IAIN Tulungagung ini menuturkan “sebenarnya konsep acara ini sangat sederhana, Prodi Magister PAI ingin mengadakan bedah buku rutinan dengan membedah buku dari para dosen yang mengajar di Magister PAI. Namun, keinginan ini kemudian disupport penuh oleh Wakil Rektor Bidang Kemahasiswaan dan Kerjasama, Abad Badruzaman, dengan mengalokasikan anggaran untuk menyelenggarakan kegiatan dengan skala besar agar lebih banyak peserta yang menerima manfaat, khususnya mahasiswa”, tegasnya. “Untuk itu, Magister PAI kemudian menggandeng Magister PBA untuk bersama-sama menyelenggarakan kegiatan ini, semoga ini akan menjadi agenda rutin yang nantinya akan menumbuhkan semangat ilmiah di kalangan dosen dan mahasiswa”, tambahnya.
Dalam kegiatan bedah buku tersebut, Mujamil membedah salah satu karyanya yang bertajuk “Pemikiran Islam Indonesia: Tradisi-tradisi Kreatif dan Metodologis Intelektual Muslim Indonesia”. Mujamil mengatakan bahwa buku ini membedah tradisi-tradisi kreatif pemikir-pemikir Islam Indonesia yang berlangsung mulai tahun 1980 hingga 2014 yang cenderung berjalan terus hingga menemukan bentuknya yang makin sempurna. “Tradisi kreatif yang dibahas dalam buku ini dibatasi dalam tiga hal: pertama, tradisi kreatif dalam merumuskan konsep ijtihad; kedua, tradisi kreatif dalam mengembangkan ilmu keislaman (dan ini masih dibatasi lagi menjadi tiga bidang pengembangan ilmu Kalam/Teologi, ilmu Fiqh, dan Ilmu Tasawuf); ketiga, tradisi kreatif dalam memadukan Islam dan ilmu pengetahaun”, tuturnya.
Lebih jauh, Mujamil mengatakan bahwa berkaitan dengan konsep ijtihad, Mujamil mengharapkan agar ijtihad yang dilakukan tidak hanya sebatas pada ijtihad yang bersifat syariah, tapi lebih kepada ijtihad yang berkaitan dengan upaya pengembangan ilmu pengetahuan dalam Islam. “Pintu ijtihad haruslah dibuka kembali jika umat Islam tidak ingin mengalami stagnasi, jangan hanya sekedar mempelajari dan melestarikan ilmu pengetahuan yang telah dirintis oleh ilmuan Muslim masa lalu”, tegasnya.
Berkaitan dengan pengembangan ilmu keislaman, ilmu kalam/teologi perlu dikembangkan. Ada beberapa tawaran teologi yang bisa dikembangkan kata Mujamil, seperti: teologi rasional, teologi transformatif, teologi pluralisme, teologi kerukunan, teologi pembaruan, teologi dinamis, teologi sosial, teologi Islam kontemporer, teologi terapan, teologi kaum tertindas, teologi negatif, teologi politik islam, teologi ekonomi, teologi pendidikan, dan teologi pembacaan. Fiqh pun juga demikian, ada beberapa pengembangan fiqih di Indonesia, seperti: Fiqih lintas agama, fiqih lingkungan, fiqih perempuan, fiqih entertainment, fiqih kontekstual, dan beberapa fiqih lainnya. Tasawuf juga didesak untuk terus dikembangkan. Ada sembilan tawaran konsep tasawuf sepanjang yang diamati oleh Mujamil, yaitu: Tasawuf sosial, tasawuf positif, tasawuf perenial, tasawuf perkotaan, tasawuf falsafi, tasawuf irfani, tasawuf kontekstual, tasawuf Jawa, dan tasawuf Muhammadiyah.
Agus Zaenul Fitri sebagai pembanding dari Mujamil mengatakan bahwa sebenarnya riset ini masih bisa dikembangkan lagi dan tidak menutup kemungkinan untuk terus bergerak secara dinamis. “Pemikiran Islam Indoensia antara rentang tahun 1980 sampai dengan 2014 bisa jadi berbeda dengan tahun 2015 hingga saat ini”, tuturnya. Lebih jauh, Agus mengatakan bahwa selama zaman terus bergerak, maka selama itu pula ilmu keislaman juga akan terus mengalami dinamisasi. “Mungkin ke depan kita akan menemukan model teologi baru seperti teologi peradaban, teologi kedokteran, dan pengembangan-pengembangan ilmu lainnya karena menyesuaikan dengan konteks zaman”, imbuhnya.
Dalam bedah buku tersebut, Kojin mengungkapkan bahwa penulisan buku ini dilatarbelakangi ketika ia mengikuti kegiatan short course di Mesir tahun 2009, ia mengunjungi salah satu toko buku dan menanyakan “kira-kira adakah buku yang sekiranya bisa membuat saya bisa dengan cepat dan mudah dalam memahami isi Al-Qur’an?”, tanyanya kepada salah seorang penjual kitab di Mesir. Akhirnya, penjual kitab menunjukkan dua buku, yakni buku Kalimat al-Qur’an karya Hasanain Mahluf dan Tafsir Al-Muyassar karya A’idh Al-Qarni. Dua buku inilah yang memberinya inspirasi untuk menulis dua buku, yakni buku “Kosa Kata dalam Al-Qur’an” dan buku “Telaah Tafsir Al-Muyassar” yang telah diselesaikannya dalam enam jilid.
Kata Kojin, buku telaah Tafsir Al-Muyassar ini dikemas dengan bahasa yang sederhana, ringkas dan jelas sehingga dapat membantu pembaca memahami isi kandungan al-Qur’an dalam waktu yang relatif singkat. “Meski demikian, pembahasannya tetap berpijak pad konten ayat, sehingga tidak keluar dari pembahasan dan mudah untuk difahami”, tegasnya.
Melalui buku “Kosa Kata dalam Al-Qur’an”, Kojin mengatakan bahwa bahasa Al-Qur’an merupakan bahasa yang penuh dengan keindahan. “Tidak sedikit kata-kata dalam Al-Qur’an yang memiliki banyak makna, meski berasal dari kata yang sama”, tuturnya. Dalam buku tersebut, Kojin menjelaskan makna atau sedikit keterangan yang dianggap perlu pada lafazh-lafazh yang bertebaran dalam Al-Qur`an, yang memiliki perbedaan pemaknaan bergantung pada konteks ayat. “Insyaallah buku ini dapat membantu para pemerhati Al-Qur`an dalam memahami dan mengartikan ayat”, tegasnya. Selain itu, Kojin juga menuturkan bahwa ternyata beberapa kata dalam Al-Qur’an memiliki keterkaitan dengan bahasa Jawa. “Ada beberapa kata dalam Al-Qur’an yang ternyata juga ada dalam bahasa Jawa, meski pelafalannya agak berbeda, namun memiliki makna yang sama”, katanya, sembari menunjukkan beberapa contoh kata kepada audiens.
Abad Badruzaman sebagai pembanding dari pemaparan Kojin menuturkan bahwa sebenarnya buku “Telaah Tafsir Al-Muyassar” yang merupakan hasil penelaahan penulis atas Tafsir Al-Muyassar karangan ‘Aidh Al-Qarni ini sangat bagus karena membuat pembaca dengan mudah memahami isi kandungan ayat. Namun, dalam memahami isi kandungan ayat, sangat perlu untuk memberikan penjelasan yang berkaitan dengan asbabun nuzulnya agar pembaca lebih dapat memahami bagaimana konteks ayat tersebut. “Hal ini karena satu lafazh dalam Al-Qur’an memiliki makna lebih dari satu, oleh karena itu, untuk menentukan makna yang akan kita berikan dalam lafazh itu, perlu kiranya kita mengetahui asbabun nuzul ayat agar tidak salah memaknai”, imbuhnya.
Peserta kegiatan begitu antusias dalam mengikuti kegiatan ini, tujuh orang mengajukan pertanyaan kepada narasumber dan pembanding. Kegiatan diakhiri dengan pemberian door proize kepada seluruh penanya dalam sesi tanya jawab. Selain itu, door prize juga disediakan bagi peserta yang beruntung dengan mengundi nomor urut daftar hadirnya. (El-Zet)
Pascasarjana Newsroom- Pagi ini (26/09), Sejumlah 97 mahasiswa Pascasarjana IAIN Tulungagung yang terdiri dari 95 peserta yudisium dari Program Magister dan 2 peserta dari Program Doktor mengikuti yudisium periode kedua semester ganjil tahun akademik 2019/2020. Acara yang digelar di Auditorium lantai lima gedung Pascasarjana tersebut berjalan dengan hikmat. Nampak hadir jajaran pimpinan IAIN Tulungagung dan pengelola pascasarjana, mulai dari Rektor, para Wakil Rektor, Direktur beserta Wakil Direktur Pascasarjana, Kepala Biro AUAK, para Dekan, Kaprodi dan Sekprodi.
Kegiatan yang bertajuk “Menyiapkan Alumni Menjadi Mutiara Penyejuk Keilmuan dan Pengabdian di Tengah-tengah Masyarakat” ini dibuka dengan menyanyikan lagu Indonesia Raya dan Mars IAIN Tulungagung. Disusul kemudian pembacaan ayat suci al-Qur’an oleh Ainin Nafikah, dan pembacaan SK Yudisium oleh Wakil Direktur Pascasarjana, Nur Efendi.
Dalam SK Yudisium ditetapkan sejumlah 97 mahasiswa telah berhasil menyelesaikan masa studinya. Dua peserta dari Program Doktor Manajemen Pendidikan Islam, satu peserta dari Prodi S2 MPI, dua peserta dari Prodi S2 HES, 17 peserta dari Prodi S2 PGMI, 4 peserta dari Prodi IAT, tujuh belas peserta dari Prodi S2 PAI, satu peserta dari Prodi S2 AFI, dua puluh dua peserta dari S2 ES, dan dua puluh sembilan peserta dari Prodi S2 TBI. Peserta terbaik dari Program Doktor adalah Moh. Arif yang sekaligus sebagai penulis disertasi terbaik untuk Prodi S3 MPI. Sedangkan peserta terbaik dari Program Magister yang sekaligus sebagai lulusan terbaik Pascasarjana adalah Zuraida dari Prodi S2 TBI, dengan Indeks Prestasi Kumulatif (IPK) 3,88. Zuraida juga menjadi penulis tesis terbaik untuk Prodi S2 TBI.
Direktur Pascasarjana, Akhyak, dalam sambutannya memberikan ucapan selamat kepada seluruh peserta yudisium yang telah menyelesaikan studinya di Pascasarjana IAIN Tulungagung. “Saya berharap kepada seluruh alumni kita agar dapat berkiprah di masyarakat, amalkan ilmu yang telah didapat demi kemajuan bangsa”, tuturnya. Lebih lanjut beliau mengucapkan terima kasih atas kepercayaan dari para peserta yudisium yang telah menempuh studinya di Pascasarjana IAIN Tulungagung.
Maftukhin, Rektor IAIN Tulungagung memberikan sambutan dan pengarahan kepada seluruh peserta yudisium. Guru Besar Filsafat ini mengucapkan selamat kepada seluruh peserta yudiusium dan beliau berharap agar jalinan komunikasi dengan para alumni dapat terjalin dengan baik. Lebih lanjut ia mengatakan bahwa perlu ada kegiatan temu alumni, kalau perlu kegiatan temu alumni dilaksanakan setiap bulan. Tentu, sebagai bukti bahwa peserta yudisium ini adalah sebagai alumni, masing-masing peserta nantinya akan diberikan kartu alumni.
“Sudah saatnya Pascasarjana mulai melakukan pengembangan dalam model pembelajaran, perkuliahan sudah tidak boleh lagi dilaksanakan di ruang-ruang kelas, tetapi dilakukan di perpustakaan”, tuturnya. “Saat ini, IAIN Tulungagung akan segera memiliki perpustakaan yang sangat layak untuk digunakan perkuliahan dengan model demikian”, imbuhnya.
Lebih lanjut Rektor mengatakan bahwa dalam waktu dekat ini IAIN Tulungagung akan segera beralih status menjadi UIN, “insya Allah tahun 2020, maksimal 2021, IAIN Tulungagung akan segera bertransformasi menjadi UIN, minggu lalu kami sudah presentasi di Jakarta terkait dengan alih status ini”, terangnya. Ia memohon kepada para peserta yudisium agar ikut serta mendoakan agar IAIN segera beralih status menjadi UIN. Di akhir sambutannya, Rektor ingin agar para alumni bisa tetap menjadi anggota perpustakaan dan bisa mengunjungi serta membaca referensi di sana. “Silahkan para alumni untuk datang ke perpustakaan, tapi hanya sekedar membaca saja, tidak boleh meminjam”, tutupnya.
Prosesi yudisium dilaksanakan dengan pemberian SK Yudisium oleh Direktur Pascasarjana didampingi oleh Kaprodi dan Sekprodi yang turut serta memberikan ucapan selamat. Disambung dengan rangkaian acara berikutnya yakni pemberian penghargaan kepada peserta yudisium terbaik, mulai dari terbaik tingkat Prodi, hingga terbaik Pascasarjana. Penghargaan juga diberikan kepada penulis Tesis dan Disertasi terbaik di masing-masing Prodi.
Zuraida, sebagai lulusan terbaik Pascasarjana pada Yudisium kali ini mewakili peserta yudisium lainnya memberikan sambutan. Dalam sambutannya, Zuraida mengucapkan terima kasih dan permohonan maaf kepada jajaran pimpinan di lingkungan IAIN Tulungagung dan segenap pengelola Pascasarjana atas segala didikan dan pelayanan yang diberikan selama kurang lebih dua sampai tiga tahun ini. “Sebagai alumni, kita harus menjaga nama baik almamater kita, dan kelulusan ini bukan berarti akhir dari segalanya, namun ini menjadi langkah awal bagi kita untuk berkarya di luar sana”, tuturnya. Lebih lanjut ia mengatakan “sebagaimana yang disampaikan oleh Rektor tadi, kami segenap alumni mendukung dan mendoakan agar IAIN Tulungagung segera beralih status menjadi UIN Tulungagung”, tutupnya.
Sebagai puncak dari acara Yudisium yakni orasi ilmiah yang disampaikan oleh Achmad Patoni, bertajuk “Menyiapkan Alumni Menjadi Mutiara Penyejuk Keilmuan dan Pengabdian di Tengah-tengah Masyarakat”. Guru Besar Ilmu Sosial IAIN Tulungagung ini menyampaikan tiga hal penting kepada para peserta yudisium. Pertama, para peserta yudisium harus mengamalkan ilmu yang didapat di bangku perkuliahan dan harus bisa menjadi mutiara penyenjuk di masyarakat yang saat ini sudah memasuki era revolusi industri 4.0. Lebih lanjut, ia mengatakan bahwa kelulusan bukan akhir dari pembelajaran, tapi start awal untuk mengembangkan kelimuan di masyarakat. Kedua, para alumni harus mampu membangun networking yang luas, sehingga lulusan bisa saling berbagi infromasi dalam segala hal. Ketiga, para alumni harus selalu menghormati guru di manapun mereka berada, baik yang masih hidup maupun yang sudah wafat.
Acara yudisium kemudian ditutup dengan pembacaan doa oleh Ahmad Zainal Abidin, Kaprodi ilmu Al-Qur’an dan Tafsir. Dilanjutkan dengan foto bersama dan ramah tamah. (Lia/El-Zet)
Pascasarjana Newsroom– Sejumlah dua puluh mahasiswa Pascasarjana IAIN Tulungagung Program Beasiswa Peningkatan Kualifikasi Akademik S2 PAI bagi Guru Madrasah Diniyah Provinsi Jawa Timur tahun 2019 mengikuti kuliah umum yang digelar di Gedung Islamic Centre Surabaya, Selasa (24/09). Gubernur Jawa Timur, Khofifah Indar Parawansa hadir dalam kegiatan tersebut dan memberikan kuliah umum (studium general) kepada mahasiswa.
Kegiatan kuliah umum tersebut dihadiri juga oleh seluruh mahasiswa penerima Beasiswa Peningkatan Kualifikasi Akademik Guru Madrasah Diniyah Provinsi Jawa Timur, mulai dari jenjang S1 PTKI, S1 Ma’had ‘Aly, dan juga S2 PTKI yang masing-masing didampingi oleh pimpinan perguruan tinggi masing-masing. Sekitar 1.580 an mahasiswa mengikuti kuliah umum yang digelar oleh Pemerintah Provinsi Jawa Timur dan Lembaga Pengembangan Pendidikan Diniyah (LPPD) Provinsi Jawa Timur.
Lailatuzz Zuhriyah, Sekretaris Program Studi Magister Pendidikan Agama Islam (S2 PAI) beserta Kojin selaku Ketua Program Studi Bahasa Arab yang juga menjadi dosen pada Prodi S2 PAI ikut mendampingi mahasiswa dalam kegiatan tersebut. Lailatuzz mengatakan bahwa kegiatan kuliah umum dibuka dengan orasi ilmiah oleh Abd. Halim Soebahar, Direktur Pascasarjana IAIN Jember dengan judul “Pesantren: Tantangan dan Perubahan”, kemudian dilanjutkan dengan laporan kegiatan oleh panitia Kuliah Umum, Budiono.
Dalam laporannya, Budiono memaparkan bahwa beasiswa tersebut diberikan kepada 62 perguruan tinggi, yang terdiri dari 34 PTKI pada jenjang S1 dengan total 1.020 mahasiswa untuk Prodi PAI, PBA, PGMI, dan MPI, 11 Ma’had ‘Aly dengan total 220 mahasiswa untuk Takhassus Tafsir, Hadits, Fiqih, dan Tasawuf, dan 17 PTKI pada jenjang S2 dengan total 340 mahasiswa untuk prodi PAI dan MPI. Semua pembiayaan beasiswa mahasiswa tersebut dibebankan kepada APBD Provinsi Jawa Timur Tahun 2019. Kegiatan kemudian dilanjutkan dengan kuliah umum oleh Gubernur Jawa Timur.
Saat memberi kuliah, Gubernur mengatakan, ketika berbicara tentang masa depan Indonesia, maka tidak lepas dari proses pengintegrasian keilmuan. Hal ini adalah menjadi sebuah hal yang niscaya untuk dilakukan. Tentu, dalam tataran praktis, ini harus dilakukan oleh siapapun dan dalam jenjang apa pun. Lebih lanjut beliau mengatakan, “sayangnya perguruan tinggi di Indonesia, belum ada yang memiliki Program Studi Keuangan Islam (Islamic Finance), kalau Program Studi Ekonomi Syariah maupun Perbankan Syariah sudah banyak di Perguruan Tinggi, namun Keuangan Islam kita belum punya”, Katanya. “Para Rektor pernah saya tanya, apakah mereka tidak ingin membuka Prodi Islamic Finance?, mereka mengatakan bahwa mereka ingin membuka prodi tersebut, tapi problemnya adalah tidak ada tenaga pengajarnya”, terangnya.
Khofifah berharap, agar dapat meningkatkan kualifikasi guru perlu membangun kesepahaman dalam menyiapkan program studi bukan sekedar kondisi pesantren Madrasah Diniyahnya. Tapi bagaimana umat Islam di dunia itu paham bahwa dari bumi Indonesia, khusunya dari bumi Jawa timur, akan terlahir para ulama-ulama yang akan membawa Islam “rahmatan lil alamin”. Lebih lanjut beliau mengatakan “harapan kita, Jawa timur akan menjadi sentra islamic finance, dan ke depan Jawa Timur akan menjadi sentra islamic scholars melalui Indonesia Islamic science Park”.
Tahun 2030, diprediksi Indonesia akan menuju The Big Seven terkait dengan kekutan perekonomiannya. Dan tahun 2050 Indonesia akan menjadi Big Four. "Jadi, Jawa Timur ini akan menjadi prioritas di Indonesia. Saya mohon seluruh mahasiswa yang ada di dalam jejaring guru-guru Madrasah Diniyah akan bersama-sama ikut menyiapkan ekosistemnya. Kalau memang secara khusus harus disiapkan, maka tim untuk memberikan pendampingan yakni Rektor, Direktur, diharapkan punya minat untuk masuk pada bisnis startup,” tambahnya.
Lebih lanjut, beliau mengatakan bahwa saat ini Jawa Timur sedang menggalakkan program OPOP (One Pesantren One Product). Tujuan utamanya adalah bagaimana agar pesantren menjadi berdaya, terutama dalam sisi ekonomi. Beliau terinspirasi dari jargon Hadratus Syaikh K.H. Hasyim Asy’ari “Pesantren Berdaya, Masyarakat Sejahtera”. Tentu ke depan tahapan yang akan kita lalui dimulai dari santripreneur, menuju pesantrenpreneur, dan pada akhirnya akan membentuk sociopreneur.
Khofifah melihat bahwa dari 1.581 pesantren di Jawa Timur, ada yang terlihat sangat maju, namun banyak juga yang kurang maju. Terkait dengan ini, beliau berharap agar seluruh pesantren perlu dilakukan validasi agar ketika ada program dari pemerintah yang turun ke daerah nantinya bisa untuk menguatkan pesantren karena daerah punya data yang terverifikasi.
Terkait dengan upaya peningkatan perekonomian negara dimulai dari pesantren ini, Khofifah berharap agar Guru Diniyah dan para santri melek teknologi. Bagi Khofifah, kekuatan Jawa Timur adalah dalam sentra mamin (makanan dan minuman). Oleh karena itu, kekuatan holtikultur harus ditingkatkan. Selain program OPOP, Jawa Timur juga memiliki Program penggunaan android bagi nelayan untuk mendeteksi keberadaan ikan, serta untuk mendeteksi lokasi ikan yang sedang bertelur agar tidak ikut terjaring. Hal ini bertujuan agar penggunaan solar menjadi lebih efisien.
Tidak hanya berbicara tentang ekonomi, Gubernur perempuan pertama di Jawa Timur ini juga berbicara terkait dengan radikalisme. Dalam hal ini, beliau menghimbau agar melakukan Dakwah bil-IT dengan mengajak orang untuk bersikap toleran, bekerja keras, dan sikap-sikap positif lainnya. Saat ini banyak sekali media sosial milik kaum jihadis dan ekstrimis yang menyeru kepada cara berislam yang intoleran. Oleh karena itu, sebagai upaya mencegah intoleransi berbasis media sosial tersebut, Gubernur mengajak kepada para Rektor dan Masyayikh sebagai orang yang menjadi panutan untuk memanfaatkan media sosial sebagai media dakwah bil-IT yang menyeru kepada Islam yang rahmatan lil ‘alamin. Beliau mengatakan, dengan adanya sosial media, akan lebih mudah membentuk pemikiran keislaman milenia baik secara sistemik dan konsisten para pengasuh pesantren maupun para rektor untuk serius memberikan materi-materi tentang Islam.
“Kita lihat bagaimana sesungguhnya medsos dan internet mempengaruhi mereka, hampir 50 persen intoleransi karena sosial media. Apalagi kalau ada sosmed yang dimiliki oleh pengasuh pondok pesantren atau oleh perguruan tinggi, akan mempermudah para generasi milenia mendapatkan segala informasi yang diinginkan”, tambahnya.
Khofifah mengatakan “PR kita hari ini bagaimana mendorong Islam Wasathiyah berkembang di Jawa Timur sebelum radikalisme merambah ke Jawa Timur, karena literatur yang banyak berkembang hari ini adalah literatur islamisme populer, salafi, dan jihadis”. Lebih lanjut beliau mengatakan, “ini juga harus diimbangi dengan semangat untuk menuju writing society, butuh konsisten untuk menulis, terutama terkait dengan Islam Wasathiyah”. Masyarakat kita cenderung lebih suka mendengar, ini karena tingkat pendidikan masih rendah, terangnya. Oleh karena itu, upaya peningkatan kualifikasi akademik masyarakat perlu dilakukan, dimulai dari tahapan listening society menuju schooling society dan pada akhirnya akan menjadi writing society.
Kegiatan kuliah umum dilanjutkan dengan penyampaian sosialiasi program beasiswa S1 ke Al-Azhar Mesir yang diberikan oleh Pemerintah Provinsi Jawa Timur bagi lima puluh Santri Pondok Peantren di Jawa Timur mulai tahun 2020. Beliau menghimbau kepada seluruh mahasiswa program beasiswa Madin agar bersyukur atas beasiswa yang telah diterima. Bentuk syukur yang terpenting adalah dengan menyelesaikan studi secara tepat waktu. Kegiatan kuliah umum kemudian ditutup dengan pembacaan doa oleh K.H. Kholid Syafa’at. (El-Zet).
Tulungagung, 10 September 2019 sejumlah mahasiswa Manajemen Pendidikan Islam Program Beasiswa 5000 Doktor Angkatan 2019 hadir da lam Orientasi dan Pembinaan Perkuliahan Program Doktor Manajemen Pendidikan Islam. Kegiatan ini dibuka oleh Akhyak selaku Direktur Pascasarjana IAIN Tulungagung. Direktur Pascasarjana IAIN Tulungagung sangat berterimakasih kepada kementerian agama yang masih memberikan Pascasarjana IAIN Tulungagung kesempatan untuk mendapat beasiswa 5000 Doktor.
Dalam acara pembinaan mahasiswa 5000 Doktor Angkatan 2019 ini, Rektor IAIN Tulungagung Maftukhin menyampaikan bahwa mahasiswa 5000 Doktor harus menjadi produsen bukan menjadi konsumen ilmu saja. Semua mahasiswa yang hadir dalam pembinaan ini berasal dari luar Tulungagung, yaitu dari Kediri, Ponorogo, Madura, dan Malang.
Tulungagung – Pascasarjana IAIN Tulungagung menyelenggarakan studium general pada Selasa pagi (03/09/2019). Kegiatan tersebut diselenggarakan di Aula Lantai 5 Gedung Pascasarjana dan diikuti oleh mahasiswa baru baik itu Program Magister (S-2) maupun Program Doktor (S-3).