Tadi malam, kampus STAIN Tulungagung gegap gempita oleh para pengunjung, baik dari civitas akademika STAIN Tulungagung, tamu undangan, maupun masyarakat sekitar. Mereka hadir memadati lapangan dan area parkir kampus untuk menyaksikan pagelaran wayang semalam suntuk yang menandai penutupan rangkaian acara dalam gebyar milad STAIN Tulungagung ke-15 yang berlangsung sejak 18 Maret 2012. Mendatangkan dhalang kondang dari Blitar, Ki Rudi Gareng, pagelaran wayang tersebut mengusung cerita “Semar Mbangun Kahyangan”. Cerita ini banyak memberikan pelajaran kepada para pemimpin agar mampu membangun negeri, lembaga, atau komunitasnya menuju kehidupan yang ayom, ayem, tentrem, gemah ripah lohjinawi, yang dalam bahasa modern negeri yang adil dan makmur atau baldatun thaiyibah. Untuk itu diperlukan pemimpin yang memiliki
kemampuan menyatukan rakyatnya dengan raja dan Tuhannya. Dengan begitu, terjadilah “manunggaling kawula Gusti” dalam perspektif politik maupun spiritual. Selain itu, cerita ini juga member pelajaran kepada rakyat agar sadar akan hak-haknya yang telah dirampas oleh penguasa yang zhalim sebagai mana Semar, symbol rakyat kecil yang mencoba berontak kepada negaranya dengan mendirikan negeri tandi
ngan di kahyangan.
Alkisah, di negeri Amarta Prabu Yudistira alias Prabu Puntadewa bersama saudara saudaranya, Pandawa, sedang mendiskusikan penyebab kegagalannya dalam membangun negerinya. Kegagalan tersebut ditandai dengan beragam bencana yang selalu menimpa, mulai longsor, gempa, sampai karut-marut politik. Datanglah Radja Dwarawati yaitu Betara Kresna yang menyatakan bahwa kegagalan tersebut dikarenakan ketidakhadiran Semar ke Amarta. Untuk itu, Arjuna diminta untuk mendatangkan Semar dari Karang Kabujutan untuk menghadap ke Amarta.
Sebelum Arjuna berangkat, datanglah Petruk yang memberitahukan bahwa dia diperintahkan Semar untuk mengundang kelima Pendawa untuk menuju Karang Kabuyutan dengan membawa tiga pusaka kerajaan untuk membantu Semar membangun kahyangan. Mendengar kalau Semar hendak membangun kahyangan, Kresna tidak berkenan dan mengajak Arjuna ke Suralaya untuk melapor kepada Betara Guru. Kresna juga memerintahkan Gatotkaca, Antareja, dan Setyaki untuk mengusir Petruk kembali ke Karang Kabuyutan. Karena Petruk menolak untuk kembali ke Karangkabuyutan tanpa hasil, terjadilah perdebatan antara Petruk dengan Kresna yang konon sampai keluar kata kata yang tidak etis oleh Kresna. Akhirnya, Petruk menunggu di luar ruangan guna menanti keputusan rapat para Pandawa. Dalam penantiannya, Petruk bertemu dengan Antasena putra ketiga Bima dan menceritakan seluruh perdebatannya dengan Kresna. Antasena yang bijaksana berjanji akan membantu Petruk dalam menghadapi tindakan Kresna.
Sementara itu, Prabu Yudistira bersama Bima, Nakula, dan Sadewa merasa bimbang tidak mengabulkan permintaan Semar membawakan tiga pusaka Amarta. Tiba-tiba, ketiga Pusaka Kraton Amarta melesat hilang menuju Karang Kabuyutan. Melihat kejadian tersebut empat bersaudara ini segera menyadari dan secara diam-diam berangkat ke Karang Kabuyutan lewat pintu belakang istana. Adapun Setyaki,Antareja dan Gatotkaca yang diperintahkan Kresna mengusir Petruk ternyata tidak mampu menghadapi Petruk yang telah bersatu dengan Antasena di dalam tubuhnya. Petruk baru pulang ke Karang kabuyutan setalah menerima titah dari Arjuna. Pulangnya Petruk ke Karang Kabuyutan dibantu oleh Antasena dan disertai Gatotkaca, Antareja, dan Abimanyu.
Kresna yang tidak berkenan dengan rencana Semar, menghadap Betara Guru di Suralaya untuk melaporkan rencana Semar membangun Kahyangan menyaingi Suralaya. Mendengar laporan ini Betara Guru memerintahkan Betari Durga dan Betara Kresna untuk menghalangi rencana Semar tersebut. Bersamaan dengan itu, di Karang Kabuyutan Semar menerima kedatangan Prabu Yudistira,Bima, Nakula, dan Sadewa bersama ketiga Pusaka Kraton Amarta yang telah tiba terlebih dahulu bersama Petruk dan putra putra Pandawa. Semar agak kecewa karena kedatangan Pandawa hanya Empat orang namun segera melakukan upacara ritual dengan memasukkan keempat bersaudara tersebut menjadi satu ke dalam tubuh Semar. Ternyata, di dalam tubuh Semar tersebut sudah bersemayam Sanghyang Wenang yang memberikan petunjuk wejangan hidup dan ilmu yang sangat berarti bagi para Pandawa,dan memerintahkan untuk bertapa selama sepuluh hari kepada keempat saudara tersebut.
Putra Pandawa bersama Petruk, Bagong, dan Gareng yang bertugas menjaga kahyangan, diganggu oleh makhluk halus Maling Sukma sehingga terjadi saling bunuh. Namun, kekacauan tersebut segera teratasi setelah mereka diberikan mantra oleh Semar untuk menghadapi segala kejahatan yang datang. Kresna yang menyamar menjadi Raksasa sebesar bukit ternyata tidak mampu menghadapi mantra tersebut demikian pula Arjuna yang menyamar menjadi harimau yang sangat besar menjadi lemas dan tertangkap oleh para Putra Pandawa serta meminta ampun kepada Semar.Mengetahui Kresna mengganggu Kahyangan, Semar memarahinya karena sebagai raja, Kresna tidak pana ing pamawas (waspada) dan melakukan tindakan tanpa memeriksa terlebih dahulu duduk perkaranya. Semar juga marah kepada Betara Guru sehingga Suralaya diobrak-abrik dan tidak ada satupun senjata yang mampu melumpuhkan Semar. Akhirnya, Betara Guru melarikan diri ke Karang Kabuyutan. Namun, di manapun Batara Guru bersembunyi selalu ditemukan oleh Semar sehingga Betara Guru meminta perlindungan para Pandawa dan meminta ampun kepada Semar atas segala kesalahannya.